Apa Itu Nafkah Iddah? Pengertian dan Ketentuannya

apa itu nafkah iddah

Apa Itu Nafkah Iddah? Pengertian dan Ketentuannya

Dalam hukum Islam, perceraian bukan hanya memutuskan hubungan antara suami dan istri, tetapi juga menghadirkan tanggung jawab baru, salah satunya adalah pemberian nafkah iddah. Nafkah iddah merupakan kewajiban suami terhadap mantan istri selama masa iddah, yaitu masa tunggu setelah perceraian. 

Pemberian nafkah iddah ini bertujuan untuk menjamin mantan istri tetap mendapat dukungan finansial yang layak. Dalam artikel ini, BPKH akan membahas lebih dalam mengenai apa itu nafkah iddah, dasar hukumnya, serta ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi agar hak ini dapat ditegakkan dengan adil. Simak selengkapnya di bawah ini!

Apa Itu Nafkah Iddah dalam Hukum Islam?

Nafkah iddah adalah pemberian nafkah dari seorang suami kepada mantan istri selama masa iddah, yaitu periode waktu yang ditetapkan setelah perceraian. Masa iddah ini berlangsung sebagai bentuk penghormatan terhadap pernikahan yang berakhir dan untuk memastikan bahwa mantan istri memiliki waktu penyesuaian diri sebelum menjalani kehidupan baru. Menurut hukum Islam, masa iddah biasanya berlangsung antara tiga hingga empat bulan, atau selama masa kehamilan jika istri dalam kondisi mengandung saat perceraian terjadi.

Masa iddah adalah waktu di mana mantan istri belum diperkenankan menikah kembali. Selama periode ini, mantan istri memiliki hak untuk mendapatkan nafkah dari mantan suaminya, baik untuk kebutuhan hidup dasar maupun keperluan penting lainnya. Nafkah iddah ini menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab yang harus tetap dipenuhi oleh suami meskipun pernikahan telah berakhir.

Baca Juga: Apa Itu Akad Tabarru? Konsep dan Manfaatnya

Perlindungan Hukum Terkait Nafkah Iddah

Dalam hukum Islam, hak-hak perempuan, terutama dalam hal nafkah iddah, dilindungi secara jelas. Jika suami gagal memenuhi kewajibannya memberikan nafkah iddah, mantan istri berhak mencari perlindungan hukum melalui pengadilan. Pasal 152 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan bahwa mantan istri berhak atas nafkah iddah dari mantan suami, kecuali jika ia berbuat nusyuz, yaitu melakukan pelanggaran atau tindakan yang tidak pantas selama pernikahan.

Klausul ini menyatakan bahwa wanita yang berbuat nusyuz tidak berhak mendapatkan nafkah iddah. Hal ini menjadi perhatian penting dalam penegakan hukum, karena pengadilan dapat menetapkan sanksi jika suami tidak memenuhi kewajiban nafkah iddah sesuai ketentuan. Dengan demikian, sistem hukum Islam memberikan perlindungan kuat bagi wanita agar hak mereka tetap terpenuhi.

Baca Juga: Apa itu Murabahah? Mengenal Pengertian dan Prosesnya di Jual Beli

Dasar Hukum Nafkah Iddah

Ketentuan nafkah iddah tercantum dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Surat Al-Thalaq ayat 1, yang menegaskan kewajiban suami untuk memenuhi hak mantan istri selama masa iddah. Allah berfirman dalam ayat tersebut:

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.”

Ayat ini menekankan pentingnya memperhatikan masa iddah dengan baik, serta memastikan bahwa hak-hak perempuan terlindungi sesuai ketentuan yang diatur dalam hukum Allah

Baca Juga: 4 Syarat Badal Umroh: Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaannya

Syarat dan Ketentuan Nafkah Iddah

Nafkah iddah memiliki syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi agar dianggap sah dan sesuai dengan hukum Islam. Berikut adalah beberapa syarat utama:

1. Perceraian Dilakukan Secara Sah

Perceraian harus diakui sah dan dilakukan melalui prosedur yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Artinya, perceraian harus diucapkan dengan proses talak yang benar, serta diikuti dengan pencatatan sesuai peraturan yang berlaku. Tanpa prosedur yang sah, hak nafkah iddah tidak akan berlaku karena perceraian tersebut tidak diakui.

2. Mantan Istri dalam Masa Iddah

Nafkah iddah hanya diberikan selama masa iddah, yaitu waktu tertentu setelah perceraian sebelum mantan istri diperbolehkan menikah kembali. Masa ini merupakan periode di mana nafkah iddah wajib diberikan oleh suami untuk membantu mantan istri menyesuaikan diri secara finansial.

3. Tidak Ada Pelanggaran Nusyuz

Hak nafkah iddah hanya berlaku jika mantan istri tidak berbuat nusyuz selama masa pernikahan. Jika terjadi tindakan nusyuz, seperti ketidakpatuhan atau pelanggaran berat terhadap suami selama pernikahan, mantan istri kehilangan haknya atas nafkah iddah. Hal ini diputuskan melalui penilaian hukum yang dapat diverifikasi di pengadilan jika terdapat konflik atau perselisihan.

Kesimpulan

Nafkah iddah adalah hak finansial yang diberikan suami kepada mantan istri selama masa iddah sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian dalam hukum Islam. Ketentuan ini memastikan mantan istri tetap terjamin secara finansial setelah perceraian, selama ia memenuhi syarat sah dan tidak melakukan nusyuz. Dengan adanya perlindungan hukum dalam Islam, nafkah iddah menjadi aspek penting yang menjaga keadilan dan kesejahteraan bagi pihak wanita setelah berakhirnya pernikahan.

Untuk mendapatkan informasi terbaru dan mendalam seputar hukum Islam serta pelaksanaan haji, umroh, dan pengelolaan keuangan syariah yang akuntabel dan transparan, kunjungi situs resmi BPKH. Temukan panduan terpercaya yang sesuai dengan prinsip syariah untuk membantu Anda menjalani kehidupan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Share this post

superuser BPKH

Humas BPKH menyajikan informasi terkini dan edukatif seputar haji, umrah, dan ilmu keuangan islam. Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan transparansi bagi masyarakat.