Ketika Nasi Opor Menembus Tanah Suci

Ketika Nasi Opor Menembus Tanah Suci

Perjalanan Sunyi Misi Merah Putih di Balik Jutaan Porsi Makanan Haji

Di antara jutaan langkah yang bergerak perlahan menuju Arafah, tak ada yang tahu bahwa sebuah kisah panjang sedang berjalan di balik sekotak makanan yang diterima jemaah haji Indonesia. Sebuah kisah tentang asa, tentang nasionalisme, tentang kerja senyap anak-anak bangsa untuk membawa rasa Indonesia sampai ke Tanah Suci.

Semua bermula dari sebuah mimpi sederhana: menghadirkan rasa kampung halaman di tengah padang pasir Makkah. Mimpi itu perlahan disusun menjadi nyata, lebih dari lima tahun lalu, ketika sekelompok pengusaha Indonesia berusaha membawa makanan siap saji bercita rasa Nusantara ke Arab Saudi. Rendang ayam dari Solo, nasi pulen dari Surabaya, semua sudah siap didistribusikan. Tapi, pada musim haji 2023, mimpi itu terganjal. Jutaan porsi yang sudah bertumpuk di gudang Makkah tiba-tiba dilarang edar, hanya karena sebagian kecil produk tidak memenuhi standar konsumsi. Satu kesalahan kecil, membuat harapan besar seolah menguap begitu saja.

Namun, dari kegagalan itu lahirlah langkah-langkah baru yang lebih kuat. Pada Februari 2024, BPKH Limited, perusahaan yang merupakan perpanjangan tangan dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Republik Indonesia, resmi berdiri di Arab Saudi. Diam-diam, BPKH Limited mulai membangun ulang mimpi yang sempat retak. Dengan tekun mereka bertemu produsen makanan siap saji, berbicara dengan Kementerian Agama, Konsulat Jenderal RI, Kantor Urusan Haji Jeddah, hingga syarikah-syarikah lokal Arab Saudi. Bukan sekadar berjualan, tapi membangun ekosistem yang kokoh, agar mimpi tidak lagi berhenti di pintu gudang.

“Makanan siap saji bukan hanya alternatif, tapi solusi di tengah kemacetan ekstrem saat puncak haji,” ujar Sidiq Haryono, Mudir BPKH Limited. “Kami ingin memastikan, meski jalanan tertutup, makanan Indonesia tetap sampai ke tangan jemaah.”

Bukan tugas yang mudah. Harga makanan siap saji dianggap terlalu tinggi oleh banyak syarikah di Arab Saudi, sementara biaya konsumsi jemaah dibatasi pemerintah. Margin untung nyaris tak ada. Tapi, bagi BPKH Limited, ini bukan soal laba. Ini soal kedaulatan rasa. Ini tentang makna merah putih di Tanah Haram.

Seleksi produsen pun dilakukan ketat. Puluhan sesi uji rasa digelar. Tak semua produsen mampu membuat nasi steril yang tetap pulen meski disajikan tanpa pemanas. Di balik itu, ada juga tantangan klasik: dokumen yang tertahan di pelabuhan, barang yang hampir ditolak. Tapi berkat koordinasi erat antara BPKH Limited, KJRI Jeddah, KUH Jeddah, dan KBRI Riyadh, satu per satu hambatan itu berhasil diselesaikan.

Puncak dari perjuangan ini tiba pada musim haji 2024. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, dua porsi makanan siap saji produksi Indonesia resmi disantap oleh seluruh jemaah haji Indonesia di Makkah. Tahun berikutnya, 2025, jumlah itu melonjak menjadi enam porsi untuk seluruh 203.320 jemaah haji reguler.

Dalam satu musim haji, tercatat sebanyak 1.219.920 porsi makanan—senilai lebih dari Rp 70,6 miliar—berhasil disalurkan. Setiap kotak nasi opor atau semur daging yang disantap di hotel-hotel Jarwal, Misfalah, Raudhah, dan Syisya membawa misi besar: mengembalikan keberkahan haji ke bangsa sendiri.

“Ini lebih dari sekadar bisnis. Ini sejarah,” tegas Iman Ni’matullah, Mudir BPKH Limited lainnya.

Misi Indonesia mengetuk pintu delapan syarikah besar di Tanah Suci pun menjadi babak baru perjuangan. BPKH Limited membawa lebih dari sekadar produk; mereka membawa rasa, membawa kehangatan kampung halaman. Dalam suhu panas ekstrem Arafah, Muzdalifah, dan Mina, enam jenis lauk siap saji Indonesia hadir di tengah kemacetan distribusi—dengan kemasan steril, tahan setahun, siap santap kapan pun. Tanpa perlu khawatir makanan basi karena jalanan tertutup.

Melihat keberhasilan itu, pada awal 2025, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (DJPHU) Kementerian Agama RI, bersama BPKH Limited, langsung bergerak. Mereka membawa proposal makanan siap saji Indonesia ke hadapan delapan syarikah besar di Arab Saudi. Bukan dengan tangan kosong, tapi dengan seluruh kesiapan: rasa, mutu, harga, logistik, dan semangat bangsa.

Negosiasi berlangsung cepat. Hasilnya, lebih dari 1,3 juta porsi makanan siap saji dari Indonesia resmi dipesan untuk musim haji 1446 H/2025 M, khusus untuk masa puncak di Masyair. Nilai kontrak mencapai Rp 60 miliar. Sebuah angka yang mencerminkan bukan hanya keberhasilan bisnis, tetapi martabat bangsa yang terangkat di Tanah Suci.

Dalam setiap kotak nasi yang disantap jemaah, tersimpan cerita panjang tentang diplomasi, tentang cinta tanah air, dan tentang dedikasi. Sama seperti ketika Presiden Soekarno dulu menanam pohon mindi di Padang Arafah—sebagai lambang cinta Indonesia kepada jemaah dunia—hari ini anak-anak bangsa menanam jejaknya lewat cita rasa.

Tak banyak kamera yang mengabadikan proses ini. Tak viral di media sosial. Tapi di balik layar, dalam senyap, Indonesia membuktikan diri: hadir, mampu, dan memberi.

Semoga semakin banyak karunia dari Allah yang dapat dipersembahkan bangsa ini untuk dunia. Dan semoga setiap kotak nasi opor di tanah haram menjadi saksi kecil, bahwa cinta Indonesia bisa menembus batas-batas dunia.

Share this post

Humas BPKH

Humas BPKH menyajikan informasi terkini dan edukatif seputar haji, umrah, dan ilmu keuangan islam. Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan transparansi bagi masyarakat.