Apa Itu Jizyah? Pengertian dan Bedanya dengan Zakat
Jizyah adalah salah satu bentuk pajak yang dikenakan oleh pemerintah Islam kepada penduduk non-Muslim yang tinggal di wilayah kekuasaannya. Pajak ini bukan hanya sebagai sumber pendapatan bagi negara, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan terhadap kaum non-Muslim. Dalam sejarah Islam, jizyah memberikan hak-hak perlindungan kepada non-Muslim, termasuk kebebasan beribadah dan jaminan keamanan di bawah pemerintahan Islam.
Penting untuk memahami jizyah karena konsep ini menyoroti hubungan damai antara negara Islam dan penduduk non-Muslim, serta bagaimana keadilan diterapkan dalam mengelola keberagaman agama di masyarakat. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang apa itu jizyah, dasar hukumnya, dan bagaimana penerapannya dalam sejarah Islam.
Apa Itu Jizyah?
Jizyah merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah Islam kepada non-Muslim yang tinggal di wilayah kekuasaan Islam. Pajak ini menjadi simbol tunduknya kaum non-Muslim kepada pemerintahan Islam dan sebagai ganti dari kewajiban untuk ikut berperang membela negara.
Non-Muslim yang membayar jizyah dijamin keselamatannya, hartanya, dan kebebasan untuk menjalankan agamanya. Konsep ini telah ada sejak masa Nabi Muhammad saw. dan diterapkan di berbagai wilayah kekuasaan Islam.
Jizyah biasanya dikenakan kepada laki-laki dewasa yang sehat fisik dan mental serta mampu membayar secara ekonomi. Wanita, anak-anak, orang tua, dan mereka yang tidak mampu secara fisik atau ekonomi dibebaskan dari kewajiban ini. Jizyah juga dianggap sebagai bentuk kontribusi dari non-Muslim untuk mendukung pemerintahan dan perlindungan yang diberikan oleh negara Islam.
Dasar Hukum Jizyah
Ketentuan mengenai jizyah termuat dalam Al-Qur’an, khususnya surat At-Taubah ayat 29 yang menegaskan pentingnya kewajiban ini bagi non-Muslim yang tinggal di negara Islam. Ayat tersebut berbunyi:
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”
Selain Al-Qur’an, jizyah juga dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi saw., di mana Rasulullah mengatur pengenaan jizyah untuk kelompok non-muslim sebagai bentuk perlindungan bagi mereka. Berikut beberapa hadis yang menjelaskan ketentuan jizyah:
Hadis dari Anas dan Usman bin Abi Sulaiman r.a: Nabi saw. mengutus Khalid bin Walid ke Ukaidir Dumah, yang kemudian membayar jizyah dan mendapatkan perjanjian damai serta perlindungan. (HR. Abu Dawud)
Hadis dari Abd al-Rahman bin Auf r.a: Nabi saw. mengambil jizyah dari kaum Majusi Hajar. (HR. Bukhari)
Hadis dari Ibn ‘Abbas r.a: Rasulullah saw. bersabda bahwa seorang muslim tidak wajib membayar jizyah. Sufyan menjelaskan bahwa jizyah tidak berlaku bagi ahl al-zimmah yang masuk Islam. (HR. Abu Dawud)
Jizyah menjadi sebuah simbol yang menunjukkan toleransi dan perlindungan yang diberikan oleh negara Islam kepada warganya yang non-muslim. Sistem ini juga menjadi bukti bahwa Islam menghormati perbedaan keyakinan dan memberikan jaminan perlindungan bagi mereka.
Baca Juga: Apakah Tabungan Haji Wajib Zakat? Berikut Penjelasannya!
Pembagian dan Syarat-Syarat Jizyah
Dalam konteks penerapannya, jizyah dibagi menjadi beberapa bentuk. Secara garis besar, jizyah dapat dibedakan berdasarkan individu dan negara yang membayarnya. Berikut ini adalah pembagian jizyah:
- Individual Jizyah: Dikenakan kepada non-Muslim (ahl al-zimmah) yang tinggal di wilayah kekuasaan negara Islam.
- Kolektif Jizyah: Dikenakan kepada negara-negara non-Muslim yang telah membuat perjanjian damai dengan negara Islam.
Selain itu, jizyah juga dibagi berdasarkan cara penetapannya:
- Sulhiyah: Jizyah yang dibayar atas dasar perjanjian damai. Kadarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak.
- Ghair Sulhiyah: Jizyah yang dikenakan setelah penaklukan dalam peperangan. Kadarnya ditentukan oleh pemerintahan Islam.
Adapun syarat-syarat bagi individu yang wajib membayar jizyah adalah sebagai berikut:
- Laki-Laki: Jizyah hanya diwajibkan bagi laki-laki karena mereka yang memiliki kewajiban untuk berperang.
- Baligh dan Berakal Sehat: Orang yang dikenai jizyah harus sudah baligh dan sehat akalnya. Anak-anak dan orang yang tidak berakal sehat dibebaskan dari jizyah.
- Sehat Fisik: Orang yang dikenakan jizyah harus sehat fisiknya, karena jizyah merupakan ganti kewajiban berperang.
- Mampu Secara Ekonomi: Orang yang tidak mampu secara ekonomi dibebaskan dari jizyah.
- Merdeka: Jizyah tidak dikenakan kepada budak atau hamba sahaya.
- Mengikat Perjanjian Damai dengan Negara Islam: Individu atau negara non-Muslim yang telah mengikat perjanjian damai dengan negara Islam diwajibkan membayar jizyah.
Besarnya pungutan jizyah bervariasi. Menurut Imam Malik, seorang individu yang kaya atau miskin dikenakan 4 dinar atau 40 dirham. Namun, Imam Syafi’i mengemukakan bahwa kewajiban jizyah hanya sebesar 1 dinar. Besarnya jizyah juga bisa disesuaikan berdasarkan kebijakan penguasa, seperti yang dicontohkan Rasulullah saw. ketika memungut 2000 potong pakaian dari kaum Bani Najran sebagai jizyah tahunan.
Baca Juga: Hikmah Haji, Zakat, dan Wakaf yang Perlu Anda Ketahui
Perbedaan Jizyah dan Zakat
Jizyah dan zakat merupakan dua istilah yang sering muncul dalam konteks keuangan dan sistem hukum Islam. Meskipun keduanya melibatkan pembayaran atau pungutan, terdapat perbedaan mendasar antara jizyah dan zakat dari segi tujuan, kewajiban, serta siapa yang harus membayarnya. Berikut penjelasan lebih mendalam mengenai perbedaan jizyah dan zakat:
1. Tujuan Pembayaran
Jizyah dan zakat memiliki tujuan yang berbeda. Jizyah adalah pajak yang dikenakan pada non-Muslim yang tinggal di negara Islam sebagai bentuk perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak mereka di bawah pemerintahan Islam. Sebagai imbalannya, mereka dibebaskan dari kewajiban militer dan mendapatkan perlindungan negara.
Sementara itu, zakat adalah kewajiban agama yang dikenakan pada setiap Muslim yang memenuhi syarat tertentu. Zakat bertujuan untuk membantu kaum fakir miskin dan mendorong distribusi kekayaan secara adil di masyarakat.
2. Pihak yang Berkewajiban Membayar
Jizyah hanya dikenakan pada non-Muslim yang tinggal di negara Islam, terutama mereka yang sudah dewasa, sehat, dan mampu secara finansial. Orang yang tidak mampu, wanita, anak-anak, serta orang tua dibebaskan dari jizyah.
Sebaliknya, zakat merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang telah mencapai nisab (jumlah minimal harta) dan haul (kepemilikan harta selama satu tahun). Zakat berlaku untuk Muslim saja, dan besaran zakat dihitung berdasarkan harta yang dimiliki, baik berupa uang, emas, hasil pertanian, maupun hewan ternak.
3. Bentuk dan Besaran Pembayaran
Besaran jizyah biasanya ditetapkan oleh otoritas pemerintahan Islam dan disesuaikan dengan kemampuan finansial individu. Tidak ada jumlah baku yang harus dibayar oleh setiap orang, sehingga beban jizyah bisa lebih ringan atau lebih berat tergantung pada keadaan ekonomi seseorang.
Di sisi lain, zakat memiliki aturan yang lebih baku, yaitu sebesar 2,5% dari kekayaan bersih yang disimpan selama satu tahun (untuk zakat mal), dan untuk jenis zakat lainnya, seperti zakat pertanian atau zakat ternak, ada ketentuan yang jelas mengenai persentase yang harus dikeluarkan.
Baca Juga: 5 Perbedaan Zakat, Infaq, dan Sedekah: Pengertian dan Manfaatnya
4. Tujuan Penggunaan Dana
Dana yang terkumpul dari jizyah digunakan oleh pemerintah Islam untuk menjalankan pemerintahan dan memastikan keamanan serta perlindungan bagi seluruh warga, termasuk non-Muslim. Ini merupakan bagian dari tanggung jawab negara terhadap warganya yang tidak ikut serta dalam tugas militer.
Sebaliknya, zakat digunakan secara langsung untuk membantu golongan yang membutuhkan, seperti fakir miskin, orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan zakat, atau mereka yang terlilit utang. Zakat juga digunakan untuk mendukung berbagai proyek sosial yang bertujuan memperbaiki kesejahteraan umat Islam.
Kesimpulan
Jizyah adalah salah satu bentuk pajak dalam negara Islam yang diberikan oleh non-Muslim sebagai ganti atas perlindungan yang mereka terima dari negara. Pajak ini memiliki dasar hukum yang kuat dalam Al-Qur’an dan hadis, serta memiliki ketentuan yang jelas mengenai siapa yang wajib membayarnya dan bagaimana kadarnya ditentukan. Dengan membayar jizyah, non-Muslim mendapatkan jaminan keselamatan, perlindungan harta, serta kebebasan untuk menjalankan agama mereka.
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai berbagai ajaran Islam dan aturan-aturan terkait, termasuk tentang jizyah, serta informasi terkini mengenai penyelenggaraan haji dan umrah, Anda dapat mengunjungi website Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). BPKH menyediakan informasi yang akuntabel, transparan, dan sesuai dengan prinsip syariat. Temukan berbagai artikel islami terkini serta panduan praktis mengenai pengelolaan keuangan haji di platform resmi BPKH!