Bagaimana Hukum Gelar Haji? Berikut Jawabannya!

hukum gelar haji

Bagaimana Hukum Gelar Haji? Berikut Jawabannya!

Setiap tahun, ribuan umat Islam dari Indonesia menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Setelah menunaikan rukun Islam kelima tersebut, tidak sedikit dari mereka yang menyematkan gelar “Haji” atau “Hajjah” di depan nama mereka. Namun, apakah ada hukum gelar haji khusus terkait penggunaannya?

Dalam artikel ini, BPKH akan membantu Anda untuk memahami perihal ini melalui pembahasan terkait sejarah penggunaan gelar haji, hukum yang mengaturnya, dan bagaimana sebaiknya kita menyikapinya. Tanpa panjang lebar lagi, simka tuntas artikel di bawah ini!

Sejarah Gelar Haji

Pemberian gelar “Haji” setelah menunaikan ibadah haji sudah menjadi tradisi yang lazim di Indonesia. Sejarahnya bisa ditelusuri jauh ke masa lampau, ketika perjalanan ke Tanah Suci masih sangat sulit untuk dilakukan.

Pada zaman dahulu, para jemaah haji harus menyeberangi lautan selama berbulan-bulan, menghadapi badai di tengah laut, bahkan menghindari perompak sebelum akhirnya sampai di Tanah Suci.

Tidak hanya itu, setelah sampai di Arab, mereka harus menjelajah gurun pasir yang panas dan gersang, yang menjadi sebuah perjalanan fisik dan spiritual yang penuh tantangan. Oleh karena itu, ketika mereka berhasil kembali ke tanah air dengan selamat setelah menunaikan ibadah haji, masyarakat menganggap mereka telah melalui ujian berat dan layak mendapat penghormatan khusus. Sejak saat itulah, masyarakat mulai memberikan gelar “Haji” kepada mereka yang telah menunaikan ibadah haji.

Gelar ini juga menjadi simbol status sosial. Pada masa lampau, tidak semua orang mampu menunaikan ibadah haji, karena biayanya yang sangat besar dan waktu perjalanan yang panjang. Sehingga, mereka yang berhasil menunaikan ibadah haji dianggap sebagai orang-orang terhormat.

Di Indonesia, hampir semua tokoh masyarakat, ulama, hingga pejabat pemerintah yang telah menunaikan haji menyandang gelar “Haji”. Narasi perjalanan haji, yang sering kali penuh tantangan, makin memperkuat nilai sosial dari gelar ini di mata masyarakat. Gelar “Haji” pun berkembang menjadi simbol kebanggaan yang menggambarkan kesuksesan seseorang dalam menunaikan salah satu kewajiban agama yang paling diidamkan oleh umat Islam.

Baca Juga: Bentuk Amalan dan Keikhlasan dalam Ibadah Haji

Hukum Gelar Haji

Meskipun pemberian gelar “Haji” sudah menjadi tradisi di Indonesia, ternyata terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum penyematan gelar tersebut. Ada dua pendapat utama yang bisa kita temukan, yaitu:

1. Gelar Haji Dilarang

Pendapat pertama menyatakan bahwa penyematan gelar “Haji” sebenarnya tidak dianjurkan, bahkan sebaiknya dihindari. Alasan utama dari pendapat ini adalah karena gelar tersebut tidak dikenal pada masa Nabi Muhammad saw. Pada masa Rasulullah, para sahabat yang telah menunaikan haji tidak menyandang gelar “Haji” di depan nama mereka. Penggunaan gelar ini, menurut sebagian ulama, dikhawatirkan dapat memicu riya (pamer) atau kebanggaan diri yang berlebihan.

Dalam sebuah fatwa dari Lajnah Daimah, dijelaskan bahwa panggilan “Haji” bagi seseorang yang telah menunaikan haji sebaiknya ditinggalkan. Menurut fatwa tersebut, menjalankan kewajiban syariat tidak perlu disertai dengan penyematan gelar, melainkan mendapatkan pahala dari Allah SWT bagi mereka yang amalnya diterima.

Lebih lanjut, fatwa tersebut mengingatkan agar umat Islam menjaga keikhlasan dalam beribadah, dan tidak bergantung pada gelar-gelar duniawi yang dapat merusak niat suci ibadah tersebut.

2. Gelar Haji Dibolehkan

Pendapat kedua menyatakan bahwa penyematan gelar “Haji” tidak masalah dan diperbolehkan, terutama jika dilihat dari sudut pandang budaya atau tradisi (urf) di masyarakat. Menurut ulama yang mendukung pendapat ini, pemberian gelar “Haji” bersifat kultural dan tidak ada dalil yang melarangnya secara tegas.

Salah satu argumen yang sering dikemukakan adalah bahwa keikhlasan merupakan urusan pribadi antara seseorang dengan Allah Swt. Dalam setiap ibadah, termasuk haji, keikhlasan merupakan hal yang mutlak.

Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa seseorang tidak boleh dikenal atau diakui oleh masyarakat sebagai seseorang yang telah menunaikan ibadah haji. Ulama besar seperti An-Nawawi dan as-Subki juga pernah menjelaskan bahwa penyematan gelar bagi orang yang telah menunaikan haji tidak dianggap sebagai sesuatu yang makruh.

Baca Juga: Anjuran Hendaknya Mencari Teman yang Baik saat Berhaji

Bagaimana Cara Kita Menyikapinya?

Setelah memahami kedua pendapat di atas, bagaimana sebaiknya kita menyikapi penggunaan gelar “Haji”? Tentunya, sebagai seorang muslim, yang utama adalah menjaga niat dalam beribadah agar selalu ikhlas hanya karena Allah Swt. Apabila Anda sudah menunaikan ibadah haji dan ingin menyandang gelar “Haji,” pastikan bahwa niat Anda bukan untuk mendapatkan pengakuan atau pujian dari orang lain, melainkan sebagai bagian dari tradisi yang sudah ada.

Jika Anda merasa bahwa gelar ini dapat memicu riya atau kebanggaan berlebihan, maka tidak ada salahnya untuk meninggalkannya dan tetap fokus pada ibadah yang telah Anda tunaikan. Namun, jika Anda melihat gelar ini sebagai bentuk penghormatan dari masyarakat yang mengakui perjuangan Anda dalam menunaikan ibadah haji, maka sah-sah saja untuk menyandangnya.

Di sisi lain, sebagai masyarakat, kita juga perlu memahami bahwa gelar “Haji” bukanlah tolok ukur utama keimanan seseorang. Gelar tersebut hanyalah simbol budaya yang diakui di Indonesia, namun yang lebih penting adalah bagaimana seseorang menjalankan kehidupannya setelah menunaikan ibadah haji. Karena pada akhirnya, yang paling utama adalah amal perbuatan dan keikhlasan hati dalam menjalani setiap ibadah.

Baca Juga: Bolehkah Berhutang untuk Biayai Umrah dan Haji

Penutup

Dalam kesimpulan, hukum gelar haji memiliki dua pandangan yang berbeda di kalangan ulama. Ada yang menganggapnya tidak perlu, karena khawatir menimbulkan riya, sementara yang lain membolehkannya sebagai bagian dari tradisi yang sudah melekat di masyarakat. Sebagai umat Islam, yang terpenting adalah menjaga niat kita agar tetap ikhlas dalam beribadah, termasuk dalam menyikapi gelar-gelar duniawi.

Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang penyelenggaraan haji serta bagaimana pengelolaan keuangan haji dilakukan sesuai prinsip syariah yang akuntabel dan transparan, Anda bisa mengunjungi website BPKH. Di sana, Anda juga bisa menemukan berbagai informasi terkait ibadah haji dan pengetahuan Islam lainnya yang dapat memperkaya pemahaman Anda. Kunjungi website BPKH sekarang juga!

Share this post

superuser BPKH

Humas BPKH menyajikan informasi terkini dan edukatif seputar haji, umrah, dan ilmu keuangan islam. Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan transparansi bagi masyarakat.