Apa Ancaman Menunda Ibadah Haji? Ini Penjelasan Fatwa MUI

Apa Ancaman Menunda Ibadah Haji? Ini Penjelasan Fatwa MUI

Ancaman menunda ibadah haji adalah salah satu hal yang patut menjadi perhatian serius bagi umat Islam. Haji merupakan salah satu rukun Islam, dan bagi mereka yang sudah mampu, pelaksanaannya menjadi wajib.

Namun, banyak orang memilih untuk menunda-nunda ibadah ini, meskipun kondisi finansial dan kesehatan memungkinkan. Berhaji adalah kewajiban yang harus segera dilaksanakan, dan menunda-nunda pelaksanaannya bisa dianggap sebagai kelalaian spiritual yang serius.

Apa yang sering terlupakan adalah bahwa menunda ibadah haji bisa membawa dampak serius, baik dari segi agama maupun kehidupan sehari-hari. Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), dijelaskan dengan rinci ancaman dan konsekuensi menunda ibadah haji, terutama bagi mereka yang sudah mampu secara finansial dan fisik.

Menunda haji padahal sudah mampu bukan hanya persoalan waktu, tetapi juga tanggung jawab spiritual dan etika. Dalam banyak kasus, mereka yang menunda-nunda akhirnya kehilangan kesempatan berharga ini. Jadi, apa saja ancaman menunda ibadah haji menurut fatwa MUI, dan bagaimana sebaiknya sikap kita menghadapi hal ini? Simak penjelasannya dalam artikel berikut.

Kewajiban Haji

Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu setidaknya sekali seumur hidupnya. Kewajiban ini bukan tanpa dasar, melainkan diperkuat oleh perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW.

Dalam Al-Qur’an, Allah wa jalla berfirman:

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ ۝٩

“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari seluruh alam” (Ali Imran [3]: 97).

Kewajiban haji bukanlah ibadah yang bisa diabaikan atau ditunda tanpa alasan yang jelas. Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya haji melalui sabdanya dalam berbagai hadits: “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kalian untuk menunaikan haji. Maka tunaikanlah haji.” (HR Muslim, al-Nasai, dan Ahmad).

Dengan ayat dan hadis tersebut, jelas bahwa haji adalah suatu kewajiban yang harus segera ditunaikan bagi mereka yang telah memenuhi syarat, yaitu mampu secara fisik dan finansial. Hadits-hadits mengenai kewajiban haji juga telah diakui keasliannya oleh ulama seperti Ibnu Hibban.

Ulama sepakat bahwa kemampuan untuk melaksanakan haji meliputi adanya biaya yang cukup untuk perjalanan, kesehatan yang memadai, dan keamanan di perjalanan.

Namun, meskipun kewajiban ini jelas, banyak Muslim yang telah mampu memilih untuk menunda pelaksanaan ibadah haji. Tindakan ini mengundang berbagai ancaman, baik dari segi spiritual maupun moral, sebagaimana yang dijelaskan dalam fatwa MUI.

Ancaman Menunda Ibadah Haji Menurut Fatwa MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional ke-10 tahun 2020 mengeluarkan fatwa yang menyoroti ancaman menunda ibadah haji, terutama bagi mereka yang sudah mampu namun terus menunda-nunda pendaftaran dan pelaksanaannya. Fatwa ini hadir setelah adanya penelitian yang menunjukkan bahwa sekitar 13 juta Muslim di Indonesia telah mampu melaksanakan haji, tetapi masih menunda-nunda.

Fatwa tersebut menjelaskan bahwa menunda haji padahal sudah mampu adalah tindakan yang berpotensi membahayakan secara spiritual. Berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis, MUI menegaskan bahwa menunda haji tanpa alasan yang syar’i bisa mendatangkan dosa dan kehilangan kesempatan besar dalam hidup.

Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah memberikan kesehatan kepada hamba-Nya, meluaskan rezekinya, namun jika ia berlalu lima tahun dan belum memenuhi panggilan haji, maka ia termasuk orang yang terhalangi dari kebaikan.”

Mereka yang terus menunda tanpa alasan yang jelas berisiko mati dalam keadaan yahudi atau nasrani, sebagaimana diperingatkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa Allah wa jalla telah memberikan segala yang diperlukan untuk melaksanakan haji, namun mereka yang terus menunda tanpa alasan yang jelas adalah orang yang terhalang dari kebaikan. Lebih jauh lagi, Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu bahkan menyatakan bahwa orang yang mampu namun tidak menunaikan haji bisa dianggap seolah-olah bukan bagian dari umat Muslim.

Wajib Segera atau Boleh Ditunda?

Terkait persoalan apakah haji wajib segera dilaksanakan atau boleh ditunda, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berpendapat bahwa haji wajib dilaksanakan secepat mungkin setelah seseorang mampu. Pendapat ini didasarkan pada urgensi kewajiban haji dan kekhawatiran akan terjadinya halangan di masa mendatang, seperti sakit, kehilangan harta, atau adanya kewajiban lain yang mendesak.

Di sisi lain, ulama Mazhab Syafi’i membolehkan penundaan haji bagi yang mampu. Pendapat ini merujuk pada fakta bahwa Rasulullah SAW sendiri menunda pelaksanaan haji selama beberapa tahun setelah kewajiban tersebut turun. Akan tetapi, meskipun penundaan diperbolehkan, MUI tetap menegaskan bahwa disunnahkan bagi seseorang yang mampu untuk segera mendaftar haji.

Fatwa MUI juga memberikan situasi di mana menunda haji menjadi haram, yaitu ketika seseorang sudah berusia 60 tahun ke atas, khawatir kehilangan biaya haji, atau jika seseorang memiliki kewajiban qadla haji yang batal sebelumnya. Dalam situasi tersebut, menunda haji adalah tindakan yang tidak dibenarkan, dan wajib segera dilaksanakan.

Bagi mereka yang mampu namun menunda-nunda hingga meninggal dunia, wajib dibadalhajikan (dihajikan oleh orang lain atas nama dirinya). Namun, bagi mereka yang sudah mendaftar haji tetapi meninggal sebelum berangkat, ia tetap mendapatkan pahala haji dan wajib dibadalhajikan.

Kesimpulan

Ancaman menunda ibadah haji bagi mereka yang sudah mampu jelas tercermin dalam ajaran Islam dan fatwa MUI. Haji adalah salah satu ibadah yang harus segera dilaksanakan ketika sudah mampu, baik dari segi finansial, fisik, maupun keamanan. Menunda tanpa alasan syar’i tidak hanya mengundang dosa, tetapi juga berpotensi menghalangi seseorang dari kebaikan besar dalam hidup.

Fatwa MUI memberikan kelonggaran dalam menunda pendaftaran haji, terutama bagi mereka yang masih muda atau dalam kondisi tertentu. Namun, bagi yang sudah berada dalam situasi yang mengharuskan segera mendaftar, seperti usia lanjut atau kekhawatiran akan kehilangan biaya, menunda haji menjadi tindakan yang dilarang.

Oleh karena itu, bagi mereka yang sudah mampu, hendaknya tidak menunda-nunda kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji. Selain sebagai bentuk kepatuhan kepada Allah, melaksanakan haji juga menjadi langkah penting dalam menyempurnakan rukun Islam dan mendapatkan keberkahan dalam hidup.

Temukan informasi terkini mengenai penyelenggaraan haji dan pengelolaan keuangan haji dengan prinsip syariah, akuntabel, dan transparan melalui website resmi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Kunjungi BPKH untuk mendapatkan berbagai informasi terkait pendaftaran, pembiayaan, dan manajemen keuangan haji secara lengkap dan terpercaya. Jangan lewatkan kesempatan untuk mendapatkan informasi yang Anda butuhkan!

Share this post

Humas BPKH

Humas BPKH menyajikan informasi terkini dan edukatif seputar haji, umrah, dan ilmu keuangan islam. Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan transparansi bagi masyarakat.