Apa Itu Ariyah: Konsep dan Prinsip Ekonomi Islam

apa itu ariyah

Apa Itu Ariyah: Konsep dan Prinsip Ekonomi Islam

Apa itu ariyah? Konsep ariyah dalam Islam dikenal sebagai bentuk peminjaman barang tanpa imbalan, yang memungkinkan seseorang memanfaatkan barang milik orang lain secara sementara tanpa mengubah kepemilikan. 

Dalam artikel ini, kita akan membahas konsep ariyah, yang merupakan salah satu bentuk tolong-menolong dalam ekonomi Islam. Ariyah diakui oleh beberapa mazhab dalam fiqih Islam, dan masing-masing mazhab memiliki pandangan khusus terkait bentuk dan pelaksanaannya. Yuk, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!

Apa Itu Ariyah?

Ariyah dalam Islam merupakan konsep pemberian manfaat suatu barang kepada pihak lain secara cuma-cuma, tanpa mengubah kepemilikan barang tersebut. Setiap mazhab memiliki penjelasan khusus mengenai ariyah, yang terikat oleh hukum syariah dan nilai-nilai etika Islam. Berikut penjelasan masing-masing mazhab tentang ariyah:

1. Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi menyatakan bahwa ariyah adalah menyerahkan manfaat suatu barang tanpa mengharuskan penerima untuk memberikan ganti rugi. Dengan kata lain, pemilik barang ikhlas meminjamkan barang tersebut untuk membantu pihak lain tanpa adanya imbalan finansial.

2. Mazhab Syafi’i

Menurut mazhab Syafi’i, ariyah diartikan lebih mendetail. Ariyah adalah tindakan yang memungkinkan penerima manfaat untuk menggunakan suatu barang, dengan syarat wujud barang tetap sama dan dapat dikembalikan kepada pemiliknya.

Baca Juga: 8 Tokoh Ekonomi Islam Paling Berpengaruh di Indonesia dan Dunia

3. Mazhab Hambali

Dalam pandangan mazhab Hambali, ariyah berarti memberikan izin untuk memanfaatkan suatu benda yang termasuk dalam kategori harta kekayaan, di mana pemilik memberikan manfaat kepada pihak lain tanpa mengharapkan keuntungan materi.

4. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki menganggap ariyah sebagai bentuk tolong-menolong dengan menyerahkan manfaat suatu barang tanpa disertai ganti rugi. Menurut pandangan Ibnu Katsir, ariyah adalah bagian dari amal kebaikan yang melibatkan pemberian manfaat secara sukarela.

Dasar Hukum Ariyah

Dasar hukum ariyah dalam Islam berasal dari Al-Qur’an dan hadis Nabi yang mengajarkan sikap saling tolong-menolong dan membantu satu sama lain dalam kebaikan.

Al-Qur’an

Al-Qur’an menggarisbawahi pentingnya tolong-menolong dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu ayat yang sering dijadikan dasar untuk praktik ariyah adalah Surat Al-Maidah ayat 2, di mana Allah Swt. berfirman:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 2)

Hadis

Nabi Muhammad saw. juga memberikan panduan tentang ariyah melalui beberapa hadis. Salah satunya diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., di mana Nabi saw. bersabda:

“Pinjaman itu wajib dikembalikan, orang yang menanggung sesuatu harus membayar, dan utang harus ditunaikan.” (HR. At-Tirmizi)

Syarat dan Rukun Ariyah

Ariyah memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak agar akad ini sah secara syariah. Berikut adalah beberapa rukun dan syarat penting dalam akad ariyah:

1. Mu’ir

Mu’ir adalah orang yang meminjamkan barang atau pemilik barang yang memberikan izin untuk dimanfaatkan oleh orang lain. Dalam akad ariyah, mu’ir harus memiliki hak penuh atas barang tersebut (Ahli al-Tabarru) dan melakukan akad secara sukarela tanpa paksaan dari pihak lain (Mukhtar). Keikhlasan dari mu’ir menjadi hal utama dalam transaksi ariyah agar tidak ada unsur paksaan atau tekanan, sehingga akad ini sah dan mencerminkan nilai-nilai Islam.

2. Musta’ir

Musta’ir adalah pihak yang menerima atau meminjam barang dari mu’ir. Agar transaksi ini sah, musta’ir harus jelas identitasnya (Mua’yan), sehingga pemilik barang dapat mengetahui siapa yang meminjam. Selain itu, musta’ir juga hanya dapat memanfaatkan barang setelah mendapatkan izin melalui akad tabarru’. Dengan kata lain, penerima manfaat harus mendapatkan izin penuh dari pemilik, dan barang tidak boleh digunakan secara sembarangan atau di luar ketentuan yang telah disepakati bersama.

Baca Juga: Apa Itu Jizyah? Pengertian dan Bedanya dengan Zakat

3. Musta’ar atau Mu’ar

Musta’ar atau mu’ar adalah barang yang dipinjamkan dalam akad ariyah. Syarat-syarat untuk musta’ar antara lain harus memiliki nilai guna (berpotensi bermanfaat), kepemilikannya sah, dan legal untuk dimanfaatkan menurut syariah. Barang tersebut juga tidak boleh berkurang nilainya selama digunakan oleh musta’ir. 

Sebagai contoh, lahan yang disewakan kepada pihak lain tidak bisa dipinjamkan lagi kepada orang lain, karena manfaat lahan tersebut sudah beralih kepada pihak yang menyewa. Oleh karena itu, syarat-syarat ini memastikan bahwa barang yang dipinjam tetap terjaga dan dapat dikembalikan dalam kondisi baik.

4. Shighah

Shighah adalah komunikasi yang digunakan dalam akad ariyah untuk mengukuhkan kesepakatan antara mu’ir dan musta’ir. Dalam ariyah, shighah mencakup ijab dan qabul, yang merupakan pernyataan saling setuju dari kedua pihak. Ijab adalah ungkapan dari mu’ir bahwa ia rela meminjamkan barang kepada musta’ir, sedangkan qabul adalah pernyataan musta’ir yang menerima izin untuk menggunakan barang tersebut. Adanya shighah dalam akad ini berfungsi sebagai penegasan bahwa kedua pihak setuju dan menyadari hak serta tanggung jawab masing-masing.

Jenis-Jenis Ariyah

Terdapat beberapa jenis ariyah dalam Islam yang disesuaikan dengan kondisi atau kesepakatan antara pemilik barang dan penerima manfaat. Berikut dua jenis utama dari ariyah:

1. Ariyah Muqayyadah

Ariyah muqayyadah adalah ariyah yang dibatasi oleh kondisi atau syarat tertentu. Misalnya, pemilik barang hanya mengizinkan penggunaannya dalam jangka waktu tertentu atau untuk keperluan tertentu saja. Bentuk ariyah ini mengatur penggunaan barang agar tidak melebihi batas yang disepakati, sehingga pemilik tetap merasa aman dan barang dapat dikembalikan dalam keadaan semula. Dengan demikian, ariyah muqayyadah lebih bersifat fleksibel dan terarah sesuai kesepakatan yang jelas antara kedua belah pihak.

Baca Juga: The 6th International Hajj Fund Forum: Mengoptimalkan Pengelolaan Haji dan Ekonomi Syariah di ISEF 2024

2. Ariyah Muthlaqah

Ariyah muthlaqah adalah ariyah tanpa batasan atau syarat tertentu. Pada ariyah ini, penerima manfaat diberikan kebebasan untuk memanfaatkan barang sesuai dengan izin yang telah diberikan oleh pemilik. Namun, meskipun ariyah ini tidak memiliki syarat yang spesifik, penerima tetap wajib menjaga dan mengembalikan barang dalam kondisi baik. Ariyah muthlaqah mendorong nilai kepercayaan dan menunjukkan kelapangan hati dari pemilik dalam memberikan izin.

Kesimpulan 

Ariyah dalam Islam adalah praktik tolong-menolong yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan barang milik orang lain tanpa kehilangan kepemilikan aslinya. Dengan memahami rukun dan syaratnya, ariyah menjadi salah satu bentuk amal yang memperkuat hubungan sosial di masyarakat dan mendukung keadilan serta solidaritas sesuai dengan prinsip ekonomi syariah.

Temukan informasi terkini mengenai pengelolaan keuangan sesuai syariah di BPKH. Dapatkan wawasan terbaru tentang pelaksanaan haji dan umroh serta bagaimana dana haji dikelola dengan akuntabilitas tinggi dan transparansi. Kunjungi BPKH untuk pengetahuan yang mendalam tentang perencanaan dan keuangan haji yang memenuhi prinsip Islam.

Share this post

superuser BPKH

Humas BPKH menyajikan informasi terkini dan edukatif seputar haji, umrah, dan ilmu keuangan islam. Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan transparansi bagi masyarakat.