Apa Itu Ihdad? Pengertian dan Penerapannya

apa itu ihdad

Apa Itu Ihdad? Pengertian dan Penerapannya

Ihdad adalah masa berkabung yang harus dilakukan oleh seorang istri ketika ditinggal mati oleh suaminya. Dalam ajaran Islam, masa ini menjadi kewajiban khusus bagi wanita sebagai bentuk penghormatan atas ikatan pernikahan yang berakhir akibat kematian. 

Ihdad berlangsung selama empat bulan sepuluh hari dengan aturan-aturan tertentu yang wajib dipatuhi. Namun, apa sebenarnya makna ihdad, dan apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka yang sedang dalam masa ihdad? Artikel ini akan membahas pengertian, dasar hukum, dan tujuan dari praktik ihdad. Oleh karena itu, untuk mengetahui informasi selengkapnya, simak berikut ini!

Apa Itu Ihdad?

Ihdad secara harfiah berarti “berkabung” atau “berduka”. Dalam konteks syariat Islam, ihdad merujuk pada masa berkabung yang wajib dijalani oleh seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya. Ihdad memiliki durasi khusus, yakni selama empat bulan sepuluh hari, di mana istri diwajibkan untuk menahan diri dari hal-hal yang berkaitan dengan perhiasan, kecantikan, serta aktivitas sosial di luar rumah, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa.

Ihdad juga berbeda dengan masa iddah, yang merupakan masa tunggu setelah perceraian atau kematian suami. Ihdad dikhususkan bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dan bukan berlaku bagi yang bercerai biasa. Imam Al-Qurtubi menjelaskan, kewajiban ihdad ini mencakup wanita yang telah haid maupun yang belum haid, serta yang tidak lagi mengalami haid atau sedang hamil. Ihdad ditetapkan dalam syariat Islam sebagai bentuk penghormatan atas pernikahan yang berakhir akibat kematian, memberi waktu bagi istri untuk meredam kesedihan dan menjalankan masa berkabung dengan penuh khidmat.

Baca Juga: Apa itu Murabahah? Mengenal Pengertian dan Prosesnya di Jual Beli

Dasar Hukum Ihdad

Hukum ihdad memiliki dasar yang kuat dalam syariat Islam dan ditegaskan melalui beberapa hadis. Salah satunya adalah riwayat dari Ummu Habibah r.a, istri Rasulullah saw., ketika mendengar berita kematian ayahnya, Abu Sufyan r.a, yang berada di negeri Syam. Pada hari ketiga setelah wafatnya sang ayah, Ummu Habibah memutuskan untuk mengenakan wewangian, meskipun ia tidak menginginkannya. Ia menjelaskan bahwa tindakannya semata-mata didasari pada sabda Rasulullah saw..

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim, disebutkan bahwa Ummu Habibah mengingatkan bahwa tidak boleh seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir berihdad lebih dari tiga hari, kecuali untuk suaminya, yang wajib dijalani selama empat bulan sepuluh hari. Dasar hukum ini menegaskan pentingnya ihdad sebagai bentuk penghormatan dan waktu untuk berkabung.

“Dan dari (Ummu Salamah Radliyallaahu ‘anhu) bahwa seorang perempuan bertanya: Wahai Rasulullah, anak perempuanku telah ditinggal mati suaminya, dan matanya telah benar-benar sakit. Bolehkah kami memberinya celak?. Beliau bersabda: “Tidak.” (H.R Muslim).

Baca Juga: Apa Itu Nafkah Iddah? Pengertian dan Ketentuannya

Tujuan Hukum Berihdad

Hukum ihdad memiliki tujuan mulia yang mendukung keharmonisan sosial dan spiritual seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya. Berikut adalah beberapa tujuan dari ihdad:

1. Memberi Alokasi Waktu untuk Berkabung

Ihdad memberikan waktu yang cukup bagi istri untuk merasakan duka cita dan menenangkan diri setelah kehilangan suami. Masa empat bulan sepuluh hari dianggap sebagai waktu yang ideal untuk berproses secara emosional dan mendalam atas kepergian suami, tanpa terganggu oleh aktivitas sosial lainnya.

2. Menjaga Keharmonisan dengan Keluarga Suami

Selama masa ihdad, istri yang ditinggal mati suaminya diharapkan tidak langsung menikah lagi atau terlibat dalam hubungan lain. Hal ini merupakan wujud penghormatan terhadap keluarga suami dan menjaga hubungan baik dengan keluarga besar almarhum suami.

Baca Juga: Apa Itu Hawalah? Definisi dan Penerapannya dalam Islam

3. Menunjukkan Kesedihan dan Kedukaan

Ihdad menjadi cara bagi seorang istri untuk mengekspresikan kedukaan atas kematian suami secara nyata, sekaligus menegaskan ikatan yang pernah ada dalam pernikahan. Tradisi ihdad membedakan pernikahan yang berakhir karena kematian dengan perceraian biasa, yang tidak mewajibkan ihdad.

4. Menjaga Hak dan Kehormatan Bayi yang Dikandung

Bagi seorang wanita yang sedang mengandung ketika suaminya meninggal, ihdad bertujuan untuk menjaga masa kehamilan yang aman. Masa empat bulan sepuluh hari adalah waktu yang cukup untuk memastikan perkembangan bayi yang ada dalam kandungan, sehingga dapat lahir dengan selamat setelah masa ihdad selesai.

Kesimpulan

Ihdad merupakan bentuk penghormatan yang diberikan oleh syariat Islam kepada pernikahan yang berakhir akibat kematian suami. Dengan dasar hukum yang kuat, ihdad memberikan waktu bagi seorang istri untuk menenangkan diri dan berkabung dengan layak. Proses ihdad yang berlangsung selama empat bulan sepuluh hari juga memiliki nilai spiritual dan sosial yang sangat berarti, mulai dari menjaga hubungan baik dengan keluarga almarhum suami hingga menunjukkan rasa duka secara mendalam.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut seputar Islam, khususnya mengenai pelaksanaan haji, umroh, serta pengelolaan keuangan haji yang sesuai prinsip syariah, Anda bisa mengunjungi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). BPKH berkomitmen memberikan pelayanan terbaik yang akuntabel, transparan, serta selalu mengutamakan nilai-nilai syariah.

Share this post

superuser BPKH

Humas BPKH menyajikan informasi terkini dan edukatif seputar haji, umrah, dan ilmu keuangan islam. Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan transparansi bagi masyarakat.