Pengertian Gharar dalam Ekonomi Islam secara Umum

apa itu gharar

Pengertian Gharar dalam Ekonomi Islam secara Umum

Dalam dunia ekonomi Islam, konsep keadilan dan transparansi sangat ditekankan. Salah satu prinsip yang harus dijunjung tinggi adalah menghindari gharar. Gharar mengacu pada sebuah transaksi yang dapat menyebabkan kerugian atau ketidakadilan di antara para pihak yang terlibat. Namun, untuk memahami lebih jauh apa itu gharar, penting untuk menggali maknanya secara mendalam, mengidentifikasi dalil yang melarangnya, serta mengenal jenis-jenis dan bentuknya yang dapat terjadi dalam aktivitas ekonomi. Untuk memahaminya, simak sampai tuntas artikel di bawah ini!

Apa Itu Gharar?

Secara bahasa, gharar berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti “pertaruhan” atau “ketidakjelasan.” Kata ini berkonotasi pada sesuatu yang tidak jelas. Dalam transaksi bisnis, gharar mengacu pada situasi di mana salah satu pihak tidak memiliki kepastian atau kejelasan terkait objek akad, jumlah, maupun kemampuan untuk menyerahkan barang yang dijual.

Secara lebih spesifik, transaksi yang mengandung gharar berisiko menciptakan ketidakpastian besar bagi salah satu pihak. Situasi seperti ini dapat memicu kerugian, perselisihan, dan ketidakadilan, yang sangat bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam.

Dalil Larangan Gharar

Larangan mengenai gharar dalam Islam bukan tanpa dasar. Ada banyak dalil dari Al-Qur’an yang menekankan pentingnya menghindari transaksi yang tidak adil atau penuh ketidakpastian. Salah satu dalil kuat yang membahas larangan gharar terdapat dalam surat An-Nisa ayat 29:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚوَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Dalam ayat ini, Allah melarang kita memakan harta orang lain dengan cara yang batil, termasuk dengan cara-cara yang mengandung ketidakadilan, seperti gharar. Jalan yang halal adalah dengan perdagangan yang dilakukan atas dasar kerelaan semua pihak, tanpa ada pihak yang dirugikan.

Ayat lain yang relevan adalah:

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Ayat di atas mengingatkan kita untuk tidak memakan harta orang lain dengan cara yang tidak sah, seperti menggunakan unsur gharar dalam transaksi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keadilan dalam muamalah.

Baca Juga: Apa itu Murabahah? Mengenal Pengertian dan Prosesnya di Jual Beli

Macam-Macam Gharar

Dalam praktiknya, gharar dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama: Gharar Fahisy (besar) dan Gharar Yasir (kecil).

1. Gharar Fahisy (Gharar Besar)

Gharar besar melibatkan ketidakpastian yang sangat signifikan dalam suatu transaksi, yang menyebabkan risiko besar bagi salah satu pihak. Contohnya, menjual barang yang belum ada, seperti menjual hasil panen yang belum tumbuh atau menjual ikan yang masih berada di laut tanpa kepastian menangkapnya. Transaksi seperti ini dianggap tidak adil dan dilarang karena merugikan salah satu pihak secara tidak proporsional. Ketidakpastian semacam ini dapat menimbulkan perselisihan yang sulit diselesaikan dan menyebabkan kerugian finansial besar.

2. Gharar Yasir (Gharar Kecil)

Sementara itu, gharar kecil adalah ketidakpastian yang ringan dan tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam transaksi jual beli barang dengan sedikit ketidakpastian yang masih dalam batas toleransi. Contoh lain adalah membeli buah yang terlihat segar, tetapi setelah dibuka ternyata ada beberapa buah yang rusak. Ketidakpastian ini dianggap dapat diterima selama tidak memengaruhi keseluruhan transaksi dan tidak menimbulkan ketidakadilan yang besar.

Baca Juga: 8 Tokoh Ekonomi Islam Paling Berpengaruh di Indonesia dan Dunia

Bentuk-Bentuk Gharar

Gharar bisa muncul dalam berbagai bentuk. Beberapa contoh utama di antaranya:

1. Barang yang Belum Ada

Menjual sesuatu yang belum ada atau belum pasti keberadaannya, seperti menjual hasil panen yang baru akan ditanam. Dalam Islam, transaksi seperti ini jelas dilarang, karena barang yang dijual belum bisa dipastikan wujudnya.

2. Barang Tidak Jelas

Ketidakjelasan dalam bentuk barang juga termasuk gharar. Misalnya, menjual seekor kambing yang masih dalam kandungan induknya. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan pihak pembeli merasa dirugikan.

3. Harga Belum Pasti

Harga yang tidak pasti atau belum disepakati dalam suatu transaksi juga merupakan bentuk gharar. Sebagai contoh, menjual barang dengan mengatakan “harganya sesuai dengan harga pasar besok” tanpa kejelasan atau kesepakatan yang pasti.

4. Barang Tidak Dapat Diserahkan

Menjual sesuatu yang tidak dapat diserahkan kepada pembeli, Seperti menjual hasil tambang yang masih berada di dalam tanah tanpa kepastian bisa diekstraksi atau tidak. Jika hasil tambang tersebut belum bisa diambil dengan pasti, ini juga termasuk dalam bentuk gharar.

Baca Juga: Apa Itu Akad Tabarru? Konsep dan Manfaatnya

Cara Menghindari Gharar

Menghindari gharar menjadi kewajiban bagi setiap muslim yang ingin menjalankan muamalah sesuai syariah. Untuk dapat menghindarinya,berikut beberapa langkah yang bisa Anda lakukan:

1. Pastikan Barang Jelas dan Ada

Sebelum melakukan transaksi, pastikan barang yang diperjualbelikan ada dan bisa diserahkan kepada pembeli. Transaksi atas barang yang tidak jelas keberadaannya harus dihindari untuk menjaga keadilan.

2. Jangan Bertransaksi dengan Ketidakpastian Besar

Hindari akad atau perjanjian yang mengandung unsur ketidakpastian besar, seperti menjual sesuatu yang belum jelas bentuk atau kondisinya. Transaksi yang adil adalah yang memberikan informasi lengkap dan tidak menimbulkan risiko besar bagi salah satu pihak.

3. Sebutkan Harga dengan Jelas

Pastikan harga barang atau jasa yang diperjualbelikan disepakati dan diketahui oleh kedua belah pihak. Menghindari ketidakjelasan harga sangat penting agar transaksi berlangsung adil.

4. Gunakan Akad yang Transparan

Setiap transaksi harus dilakukan dengan transparansi penuh. Pastikan semua pihak yang terlibat memahami akad yang dijalankan dan menyetujui semua syarat yang ada. Akad yang transparan meminimalkan kemungkinan terjadinya perselisihan.

Kesimpulan

Itulah penjelasan lengkap mengenai apa itu gharar. Secara garis besar, menjalankan transaksi yang bebas dari gharar menjadi bagian dari kewajiban kita sebagai muslim untuk memastikan keadilan dan kejujuran dalam muamalah. Dengan menghindari gharar, kita tidak hanya mematuhi prinsip syariah tetapi juga menciptakan sistem ekonomi yang sehat dan transparan. 

Untuk informasi lebih lanjut mengenai bagaimana Islam mengatur keuangan dan transaksi secara adil, serta untuk mendapatkan wawasan seputar pengelolaan keuangan haji yang akuntabel dan sesuai syariah, kunjungi website BPKH. Temukan berbagai layanan dan informasi yang dirancang khusus untuk membantu Anda menjalankan kewajiban finansial dengan bijak!

Share this post

superuser BPKH

Humas BPKH menyajikan informasi terkini dan edukatif seputar haji, umrah, dan ilmu keuangan islam. Kami berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan transparansi bagi masyarakat.