Apa Itu Badal Haji?
Badal haji adalah praktik penggantian pelaksanaan ibadah haji oleh seseorang atas nama orang lain yang tidak mampu melaksanakannya sendiri. Praktik ini didasarkan pada landasan hukum dalam agama Islam yang mengatur tentang kemampuan dan kewajiban muslim untuk menjalankan rukun Islam yang kelima. Tujuan utama dari badal haji adalah untuk memastikan bahwa setiap muslim yang ingin menjalankan ibadah haji dapat melakukannya tanpa ada hambatan yang tidak dapat diatasi. Dengan adanya sistem badal haji, umat Islam dapat saling membantu untuk memenuhi kewajiban agama mereka secara kolektif, menegaskan nilai-nilai persaudaraan dan kesetiakawanan dalam Islam. Baca juga: 5 Amalan yang Setara Haji dan Umroh, Simak Selengkapnya!Dalil dan Hukum Badal Haji
Hukum badal haji bagi yang sudah meninggal dunia atau yang tidak mampu mengerjakan haji adalah boleh ( جائز - jaiz ) menurut mayoritas ulama dari empat mazhab. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, yang menyebutkan seorang perempuan bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ibunya yang telah bernazar untuk haji namun meninggal dunia sebelum menunaikannya. Rasulullah SAW menjawab, "Boleh, berhajilah menggantikannya. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa hadits ini menunjukkan dibolehkannya badal haji. Di sisi lain, Mazhab Syafi’i juga turut menyatakan bahwa badal haji diperbolehkan tetapi orang yang membadalkan harus sudah haji terlebih dahulu. “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sungguh Nabi SAW mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: ‘Labbaika dari Syubrumah.’ Beliau pun meresponnya dengan bertanya: ‘Siapa Syubrumah?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Saudara atau kerabatku.’ Nabi tanya lagi: ‘Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?’ Orang itu menjawab: ‘Belum.’ Nabi pun bersabda: ‘Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian baru haji untuk Syubrumah.” (HR Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan selainnya dengan sanad sahih). Namun, perlu dicatat bahwa terdapat sedikit perbedaan pendapat di kalangan mazhab mengenai badal haji:- Mazhab Maliki: Mensyaratkan adanya wasiat dari yang meninggal agar dihajikan oleh keturunannya.
- Mazhab lainnya: Tidak mensyaratkan adanya wasiat.
