Jakarta, 18 Desember 2025 – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menegaskan komitmennya dalam memperkuat transparansi dan kepatuhan syariah dalam pengelolaan dana haji. Hal ini dibahas secara mendalam dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Problematika Aspek Syariah Dana Haji dan Akad Investasi” yang menghadirkan pakar hukum syariah internasional, Prof. Dr. Amru al-Wardani, M.A., di Muamalat Tower, Jakarta.
Forum strategis ini menyoroti bahwa di tengah dinamika ekonomi global, investasi dana haji bukan sekadar pilihan bisnis, melainkan kebutuhan syar’i untuk menjaga keberlangsungan ibadah haji bagi jemaah Indonesia.
Investasi sebagai Upaya Melindungi Harta Jemaah
Dalam paparannya, Prof. Amru al-Wardani menjelaskan bahwa membiarkan dana haji mengendap dalam waktu lama tanpa dikembangkan justru berpotensi merugikan jemaah. Hal ini disebabkan oleh inflasi yang menggerus nilai riil uang tersebut.
“Membiarkan dana haji diam tanpa dikelola dalam jangka waktu panjang, misalnya lima tahun atau lebih, dapat berimplikasi hukum menjadi tidak boleh (haram) karena merugikan jemaah akibat inflasi. Dana haji dapat diqiyaskan dengan dana warisan anak yatim yang harus dikembangkan agar manfaatnya tetap terjaga,” tegas Prof. Amru.

Beliau menambahkan bahwa keberadaan BPKH harus berlandaskan prinsip taisīrul hajj (memudahkan pelaksanaan haji), yang mencakup meringankan biaya jemaah, menjamin kepastian keberangkatan, serta menjaga nilai dana hingga waktu keberangkatan tiba.
Kejelasan Akad dan Transparansi
Terkait status dana, FGD ini merumuskan bahwa kategori dana haji sebagai Dana Investasi adalah yang paling relevan untuk kondisi saat ini, dengan catatan harus didasarkan pada akad yang jelas dan persetujuan eksplisit dari jemaah. BPKH memastikan bahwa setiap instrumen investasi yang dipilih, seperti Mudharabah, Sukuk Syariah, maupun investasi langsung, harus memenuhi syarat ketat:
- Izin Eksplisit: Transparansi akad sejak awal setoran jemaah.
- Sektor Mubah: Investasi hanya pada sektor yang halal dan sesuai prinsip syariah.
- Manajemen Risiko: Pembagian keuntungan dan risiko yang adil serta menghindari instrumen berisiko tinggi.
- Prioritas Keberangkatan: Investasi tidak boleh mengganggu atau menunda jadwal keberangkatan jemaah demi mengejar keuntungan.
Komitmen Tata Kelola Independen
Menutup diskusi, Prof. Amru mendorong BPKH untuk terus memperkuat independensi lembaga dan pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS). Selain itu, penggunaan mekanisme asuransi syariah dan sistem pelaporan keuangan yang transparan menjadi kunci utama dalam menjaga kepercayaan publik.
Melalui kegiatan ini, BPKH kembali menegaskan posisinya sebagai pengelola keuangan yang amanah, berhati-hati (prudent), dan selalu menempatkan kemaslahatan jemaah sebagai prioritas tertinggi dalam setiap kebijakan investasi yang diambil.
